Sejarah

Pasar Kalosi, Pusat Perdagangan Kopi Masa Lalu yang Hilang tak Berjejak

Nama Kalosi seperti tidak bisa dipisahkan dari Kopi Toraja. Banyak orang yang tidak mengetahui jika Kalosi bukanlan wilayah penghasil kopi. Kalosi merupakan sebuah pasar yang terletak di wilayah Kabupaten Enrekang. Pernah menjadi pusat perdagangan kopi di wilayah Sulawesi Selatan, kini tak ada lagi jejak pasar tersebut.

Kopi Toraja yang dijual di Pasar Tradisional (ilustrasi)
Kopi Toraja yang dijual di Pasar Tradisional (ilustrasi)

Jika kita mendatangi lokasi bekas beradanya Pasar Kalosi, mungkin kita tidak menyadari atau tahu bahwa disana pernah menjadi pusat perdagangan kopi. Jangankan aroma khas dari kopi, bahkan disana hampir tidak ditemukan adanya pedagang yang menjual kopi. Yang ada hanya deretan rumah-rumah, sekolah, gedung pertemuan dan sebuah masjid.

"Bangunan Pasar Kalosi memang sudah tidak ada lagi. Tempat dulu orang-orang berdagang sekarang sudah berubah menjadi masjid," ucap Syukuras, salah seorang warga.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Syukuras mengatakan, aktivitas perdagangan terakhir di Pasar Kalosi terjadi sekitar tahun 1970'an. Setelah itu, semua pedagang dipindahkan ke Pasar Suddu, sebuah pasar yang terletak di Jalan Poros Enrekang-Makale. Termasuk Syukuras, yang meneruskan usaha warung makan keluarganya, yang sebelumnya berdagang di sekitar Pasar Kalosi akhirnya ikut pindah ke depan Pasar Suddu.

"Pedagang-pedagang kopi di Kalosi pindah kesini, tetapi sekarang pemain-pemain lama sudah banyak yang meninggal ada juga yang beralih profesi. kalau saya lihat sekarang ada satu dua yang melanjutkan perdagangan kopi disini," katanya.

Baca juga:

Kopi Owa, Kopi Nikmat tapi Bukan dari Feses Owa

Ngopi Sore di Moses dengan View Jalan Tol Membelah Kota Depok

'Plis Deh, Jangan Bawa Sampah Plastik ke Tempat Wisata'

Syukuras melanjutkan, tak banyaknya pedagang kopi di Pasar Suddu dibandingkan di Pasar Kalosi pada masa lalu, karena sekarang banyak dari petani-petani yang sudah bisa menjual langsung. Selain itu, regenerasi pedagang kopi di Pasar Suddu juga tidak berlangsung dengan baik.

"Kalau orang-orang dulu mau jual kopi maka mereka bawa ke Pasar Kalosi. Sekarang jaman sudah canggih, mereka bisa langsung jual tanpa harus ke pasar, selain itu pembeli juga sekarang biasanya datang langsung ke kebun-kebun," jelasnya.

"Anak-anak muda sekarang juga sudah kurang yang berminat menjual biji kopi banyak yang hanya mau membuka warung kopi," ucapnya.

Sementara Ketua Koperasi Petani Kopi Benteng Alla, Ir Patola menjelaskan, pada masa kolonial belanda, Kalosi menjadi tempat bagi para petani kopi untuk menjajakan hasil perkebunannya. "Sebenarnya kopi-kopi itu asalnya dari gunung-gunung yang ada wilayah Sulsel, hanya karena area pasar tradisional ada di Kalosi, nama itu melekat jadi nama Kalosi, terlebih kemudian Belanda menjadikan Kalosi sebagai merk dagang untuk di luar negeri. Jadi dulu kopi asal Enrekang dipasarkan oleh Belanda (kolonial) ke Eropa dengan nama Kalosi," jelasnya.

'Kekeliruan' sejak masa kolonial itu tetap bertahan meski Belanda sudah meninggalkan Indonesia. Sebab, saat itu masih ada perusahan-perusahaan lokal yang menjual kopi Toraja dan Enrekang dengan nama Kalosi.

Baca Juga:

Mencicipi Nasi Gudeg dengan Sambel Roa di Jawa-Manado Resto

Kesalahan Masa Lalu Bikin Kopi Sipirok Kurang Tenar

Menebus Dosa Masa Lalu pada Alam Lewat Kopi

Sensasi Seduhan Teh Kopi Cascara

Belakangan, Patola melanjutkan, seiring pasar yang semakin global dan semakin banyaknya penikmat kopi yang lebih spesifik mencari nama asal kopi yang diminumnya, kopi-kopi single origin mulai masuk secara lebih khusus, baik dari asal, prosesnya hingga siapa prosessornya. Nama-nama kopi asal Sulsel tidak lagi hanya menggunakan Toraja Kalosi, namun lebih spesifik seperti Benteng Alla, Buming dan lainnya.

Meski begitu, nama Kalosi tidak bisa begitu saja dihilangkan dari nama Kopi Enrekang. Terlebih, pemerintah juga sudah menerbitkan indikasi geografis dengan nama “Kopi Kalosi Arabika Enrekang”, yang menjelaskan didalamnya bahwa itu adalah kopi asal Enrekang.

"Mungkin pertimbangan tetap menggunakan nama Kalosi untuk IG, dengan alasan brand Kalosi sudah lebih terkenal di luar negeri, sehingga menggunakan nama Kalosi lebih mudah menembus pasar Internasional dibandingkan nama Enrekang," katanya.

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Bacaan ringan untuk menemani minum kopi atau teh