Cerita dari Bekas Pabrik Pengolahan Kopi di Bandar Lampahan

Sejarah  

Ada sejarah panjang dibalik keharuman aroma dan nikmatnya Kopi Gayo, hingga dikenal bukan Cuma di Indonesia namun juga dunia. Salah satu saksi bisu yang kini melapuk dimakan waktu adalah sebuah pabrik tua di Bandar Lampahan, Kecamatan Timang Gajah, Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh. Dibangun pada sekitar tahun 1930, pabrik ini merekam kejayaan perdagangan kopi Gayo di dunia, hingga akhirnya berakhir karena konflik politik antara GAM dan pemerintah pusat Indonesia.

Bekas pabrik pengolahan kopi di Bandar Lampahan, Kecamatan Timang Gajah, Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh. (foto: Thoudy Badai)
Bekas pabrik pengolahan kopi di Bandar Lampahan, Kecamatan Timang Gajah, Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh. (foto: Thoudy Badai)

Adzan Isya belum lama berkumandang saat saya tiba di sebuah lapangan luas yang berada di sisi Jalan Takengon – Bieuren. Tidak ada petunjuk sama sekali bahwa tempat saya berhenti adalah area bekas pengolahan pabrik kopi Bandar Lampahan. Satu-satunya petunjuk adalah google map yang memberitahukan jika saya telah tiba di tujuan.

Di salah satu sudut lapangan, ada sebuah bangunan, mirip gudang tua. Agak ragu bahwa itu adalah pabrik yang dimaksud, sebab selain tertutup ilalang tinggi, di dalam gudang juga banyak sapi. Saya pun menghampiri satu warung yang letaknya paling dekat dengan lapangan tersebut. Seorang pria tua menatap penuh curiga, maklum selain tiba malam hari dan bukan orang sekitar, yang saya tanyakan adalah pabrik milik keluarga Teungku Ilyas Leube, tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia, sekaligus petinggi Gerakan Aceh Merdeka.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

"Mau apa datang ke pabrik malam-malam? Ada perlu apa dengan keluarga Teungku Ilyas Leube?," Tanya orang tua itu.

Setelah menjelaskan maksud dan tujuan datang ke Pabrik Bandar Lampahan, orang tua itu mengatakan bahwa tempat saya memarkir kendaraan adalah bekas area pabrik. Dan memang sudah tidak ada lagi bangunan utuh pabrik yang dimaksud. Selanjutnya, orang tua itu meminta saya masuk saja ke tempat wisata pemandian air panas yang ada masih di dalam area bekas pabrik. Ia mengatakan bahwa pemandian itu dikelola oleh Munadi, anak Teungku Ilyas Leube, sekaligus pewaris pabrik tersebut.

Papan nama bekas pabrik pengolahan kopi yang sudah lapuk dan tak terawat.
Papan nama bekas pabrik pengolahan kopi yang sudah lapuk dan tak terawat.

Seorang pria paruh baya berusia kemudian memperkenal diri sebagai Munadi. Adhi, begitu sapaan akrabnya membenarkan jika dirinya adalah pewaris pabrik kopi Bandar Lampahan. Seperti biasa, bagi orang Aceh, kopi merupakan suguhan wajib bagi tamu yang datang. Begitu pun malam itu, bergelas-gelas kopi disuguhkan menemani ngobrol sambil menunggu hujan reda. Di akhir perbincangan malam itu, Adhi berjanji akan menemani saya untuk melihat dan menjelaskan lebih rinci tentang pabrik pada esok hari.

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Bacaan ringan untuk menemani minum kopi atau teh

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image