Banjir dan Hancurnya Mimpi VOC di Perkebunan Kopi

Sejarah  

Dalam beberapa hari terakhir hujan deras kerap mengguyur wilayah-wilayah di Indonesia, khususnya di Jabodetabek. Tingginya curah hujan, membuat bencana-bencana hidrometeorologi, khususnya banjir kerap mengancam. Membahas tentang kerugian akibat bencana banjir tentu tak ada habisnya, sejak dulu banjir memang kerap merugikan. Bahkan, orang-orang Belanda pernah merasakan kerugian akibat perkebunan kopi dirusak oleh banjir.

Petani memetik ceri kopi. (foto: Abdan Syakura)
Petani memetik ceri kopi. (foto: Abdan Syakura)

Kopi telah menjadi komoditas dagang yang menguntungkan bagi pengusaha-pengusaha Belanda yang tergabung dalam Kongsi Dagang atau Perusahaan Hindia Timur Belanda alias Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) sejak lama. Orang-orang Belanda yang mengetahui tanah nusantara sangat subur kemudian membawa bibit pohon kopi dari Malabar, Sri Langka, ke Pulau Jawa.

Di bawah pemimpinan Gubernur Jenderal Hindia Belanda ke-16, Willem van Outhoorn, Belanda kemudian mencoba menanam kopi di Nusantara pada atahun 1696. Kala itu, orang-orang Belanda pertama kali membuka perkebunan di daerah Kedawung, tidak jauh dari Batavia, yang merupakan pusat pemerintahan kolonial Belanda.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Tentu saja pada abad ke-17, wilayah sekitar Jakarta masih asri, dan tidak macet seperti sekarang. Hal ini yang membuat pohon kopi bisa tumbuh dan nyaris menghasilkan panen. Namun, mimpi orang-orang Belanda untuk mendapatkan kopi dari kebun mereka di Jawa harus kandas. Sebab, meski kala itu belum banyak rumah penduduk apalagi gedung-gedung dan mal-mal besar, banjir sudah menjadi salah satu bencana langganan.

Yups, kebun kopi orang-orang Belanda di wilayah Kedawung hancur dihantam. Pohon-pohon kopi yang bibitnya berasal dari Ceylon rusak disapu banjir besar dari aliran Sungai Cisadane. Gak ada catatan resmi sih, apakah saat banjir terjadi Gubernur Jenderal Van Outhoorn didemo atau digugat oleh pengusaha dan pemilik perkebunan. Tetapi yang pasti orang-orang Belanda tidak patah semangat.

Orang-orang Belanda kembali mencoba menanam dan membuka perkebunan kopi beberapa tahun berikutnya. Belajar dari kegagalan sebelumnya, orang-orang Belanda memindahkan letak perkebunan ke daerah yang jauh dari aliran sungai besar. Dipilihlah wilayah Bidara Cina. Sekali lagi, jangan dibanyangkan kondisi Jakarta saat ini dengan abad ke-17 yang tentu masih seperti tempat 'jin buang anak'.

Baca Juga:

Ini Video Viral Hotman Paris Kritik Aturan Jaminan Hari Tua

Kedai Kopi jadi Tempatnya Para Pemberontak

Empat 'Kunci' Menyangrai Kopi yang Perlu Diketahui

Tiga Jenis Kopi Paling Populer di Indonesia, Sudah Pernah Coba?

Wilayah Jawa Barat cocok untuk ditanam kopi. (foto: Abdan Syakura).
Wilayah Jawa Barat cocok untuk ditanam kopi. (foto: Abdan Syakura).

Eksperimen kali ini berbuah dengan baik. Pohon kopi tumbuh subur dan menghasilkan ceri kopi. Tetapi, kualitasnya masih jauh dari kopi-kopi asal Mokha, yang menjadi pusat perdagangan kopi masa itu. Hal ini lantaran perkebunan tidak berada pada ketinggian ideal untuk pohon kopi Arabica. Orang-orang Belanda kemudian mencoba menanam di wilayah-wilayah yang lebih tinggi yakni ke kaki-kaki gunung yang ada di Jawa Barat. Hasilnya, kopi dari perkebunan-perkebunan itu diakui mempunyai kualitas yang sangat baik, bahkan menyaingi kopi asal jazirah Arab.

Perkebunan kopi di wilayah Jawa Barat, tercatat sebagai perkebunan kopi pertama di Hindia Belanda yang bisa mendapatkan panen besar. De Heeren Zeventien, yang menguasai kongsi dagang VOC, semakin tertarik untuk menjadikan kopi asal Nusantara sebagai komoditas dagang mereka.

Ceri kopi yang baru dipetik dari perkebunan di wilayah Puntang Jawa Barat. (Foto: Abdan Syakura)
Ceri kopi yang baru dipetik dari perkebunan di wilayah Puntang Jawa Barat. (Foto: Abdan Syakura)

Pada tahun 1707, De Heeren Zeventien, meminta Joan van Hoorn, Gubernur Jenderal Hindia Belanda kala itu, untuk memperbanyak penanaman kopi, khususnya di Priangan, Jawa Barat.

Panen besar dari perkebunan di wilayah Priangan pertama kali tercatat pada tahun 1711. Sebanyak 405 kilogram biji kopi di ekspor dari Cianjur ke Amsterdam. Belanda mendapat keuntungan besar dari penjualan biji kopi asal Cianjur, sebab harga biji kopi tersebut sangat mahal, karena berkualitas tinggi.

Keuntungan besar yang diperoleh dari penjualan biji kopi asal Jawa Barat, mendorong pemerintah Hindia Belanda semakin memperluas perkebunan di tanah Priangan. Perkebunan-perkebunan kopi baru dibuka di gunung-gunung yang ada di wilayah Jawa Barat, dan satu yang paling penting dalam suplai biji kopi untuk dijual belanda adalah Malabar. Seketika, kopi asal Priangan membanjiri dan diburu oleh penikmat kopi dunia. Tenarnya kopi asal Jawa Barat membuat kalimat “a cup of Java” sebagai istilah minum kopi saat itu, khususnya di benua eropa.

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Bacaan ringan untuk menemani minum kopi atau teh

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image