Wayang Haram? Justru Anak Muda Harus Dikenalkan dengan Wayang
Wacana terkait kesenian tradisi wayang dinilai haram, sepertinya berlebihan. Justru anak-anak muda Indonesia harus dikenalkan dengan peninggalan budaya Indonesia yang diakui dunia ini.
Seperti yang terlihat di Dukuh Butuh, Klaten, Jawa Tengah, sejumlah remaja hingga orang dewasa terlihat asyik memahat kulit kerbau yang sudah dihaluskan dan digambar pola tertentu.
Dengan fokus dan kesabaran, mereka memukulkan paku khusus dengan palu pada kulit sesuai dengan gambar pola. Sedikit demi sedikit pola itu mulai terlepas dari kulitnya.
Di bangku sebelahnya, sejumlah remaja lainnya tengah asyik mewarnai pola dari kulit kerbau itu dengan warna-warna pigmen menggunakan kuas. Macam-macam pola yang diwarnai mulai dari tokoh pewayangan, kartun Mickey Mouse maupun Doraemon.
Para tamu tersebut tengah mengikuti Famtrip di Desa Wisata Wayang Butuh, di Dukuh Butuh, Desa Sidowarno, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, pada Ahad (19/12). Mereka disuguhkan edukasi pembuatan wayang kulit mulai dari tahap berupa kulit mentah hingga menjadi wayang siap pakai.
Dalam Famtrip tersebut, para tamu mengunjungi pos-pos yang dijadikan daya tarik Dukuh Butuh. Ketika baru sampai, tamu disuguhi minuman teh jahe yang menghangatkan badan.
Selanjutnya, dengan menaiki becak, mereka dibawa menuju tempat mempersiapkan bahan baku wayang. Di salah satu rumah warga, terdapat beberapa lembaran kulit kerbau mentah sebagai bahan baku pembuatan wayang.
Kulit-kulit tersebut kebanyakan didatangkan dari Nusa Tenggara Barat (NTB). Awalnya, lembaran kulit tersebut direndam selama 1,5 hari di kolam berisi air. Lalu kulit dibentangkan dan ditali menggunakan senar pada bambu. Selanjutnya, kulit dijemur di panas matahari sampai benar-benar kering.
"Setelah itu proses pengerokan secara bolak balik sampai tipis, pengerokan bisa tiga kali atau lebih tergantung ketebalan kulit. Biasanya proses pengerokan satu lembar kulit bisa selesai satu setengah hari," terang pengelola bahan baku wayang di Dukuh Butuh, Hasan, kepada Republika, di sela-sela kegiatan.
Setelah dikerok, lembaran kulit direndam lagi selama 4-5 jam, kemudian diangin-anginkan. Setelah kering, lembaran kulit tersebut siap untuk digambar pola. Sedangkan bagian pinggir lembaran kulit bisa dijadikan krecek untuk sayur.
Sementara bagian sisa-sisa pengerokan yang bersih juga bisa untuk sayur atau camilan. Menuju pos selanjutnya berupa suguhan permainan tradisional dari anak-anak di Dukuh Butuh.
Mereka memainkan egrang dan engklek. Salah satu anak, Faza Alya Arsyafaat (11) mengaku baru belajar memainkan engrang beberapa hari lalu. Dia langsung bisa setelah belajar satu hari.
"Senang bisa main egrang, karena seru dan temannya banyak. Saya juga bisa melestarikan mainan tradisional," ucap siswa kelas VI SD tersebut Pos selanjutnya berupa suguhan jamu tradisional.
Salah satu pengunjung, Jesslyne (12 tahun), mengaku mengikuti Famtrip karena diajak temannya. Dia sangat antusias ketika mewarnai pola yang bergambar Mickey Mouse.
"Kesannya ikut acara ini seru karena saya bisa belajar soal wayang dan permainan tradisional," ucap remaja asal Bangsri Gede, Kabupaten Sukoharjo tersebut.
Pengunjung lainnya, Ipang (22), mengaku mengetahui Famtrip dari internet. Dia lalu mengajak temannya untuk mengikuti. Mahasiswa Institut Seni Indonesia (ISI) Solo itu menyatakan konsep kegiatan Desa Wisata Wayang Butuh sangat menarik. Sebab, bisa mengedukasi masyarakat tentang pembuatan wayang kulit.
"Konsepnya menarik karena di sini bisa mencoba langsung. Saya jadi tahu proses pembuatan wayang kulit, ternyata cukup rumit," ungkap mahasiswa asal Tangerang tersebut.(Binti Sholikah)