Tradisi Kopi Subuh dan 'Menilai' Menantu di Kedai Kopi

Budaya  
Masjid Baiturrahman di Kota Banda Aceh
Masjid Baiturrahman di Kota Banda Aceh

Shalat Subuh baru belum lama selesai, namun kedai-kedai kopi yang berada di Kota Banda Aceh sudah mulai sibuk. Rata-rata pengunjung yang datang masih lengkap berbusana muslim yang dikenakan saat salat berjamaah di masjid-masjid di sekitar kedai. Jangan heran, pemandangan ini merupakan hal biasa dan dikenal dengan istilah Jamaah Kopi Subuh.

Jangan pernah bertanya kapan waktu minum kopi yang tepat pada masyarakat Aceh. Masyarakat di bumi Serambi Mekkah, seolah tidak mengenal hal itu, bahkan pada subuh sekalipun, mereka sudah meramaikan kedai-kedai kopi. "Ngopi subuh memang sudah menjad suatu karakter khas masyarakat di Aceh," ucap Tengku Zulfikar SBY, salah seorang pengunjung yang ditemui di Solong Ulee Kareng Coffee.

"Setelah menunaikan sholat subuh berjamaah, biasanya kami memang ngopi bareng. Banyak komunitas-komunitas di Aceh yang tidak lepas dan dimulai dari kopi subuh," ujarnya melanjutkan.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Zulfikar melanjutkan, tidak pernah ada janjian atau rencana untuk minum kopi bareng usai sholat subuh. Karena kebiasaan turun-temurun, masyarakat biasanya langsung pergi ke warung kopi usai menunaikan sholat subuh. Merekapun berkumpul dan ngobrol dengan sesama pengunjung, meski bukan dari satu daerah yang sama.

"Jadi hampir seluruh lapisan masyarakat, mulai dari tokoh politik, tokoh masyarakat dan lainnya, bisa bertemu di kopi subuh. Biasanya usai sholat subuh, itu kompak datang ke warung, mendiskusikan apapun mulai dari kondisi politik, ekonomi, sosial hingga soal pekerjaan disini. Nah biasanya baru bubar itu sekitar pukul 7 pagi, pulang ke rumah masing-masing untuk kemudian bekerja," jelasnya.

Suasana kopi subuh di salah satu kedai kopi di Kota Banda Aceh.
Suasana kopi subuh di salah satu kedai kopi di Kota Banda Aceh.

Sementara Kamaruddin, pengunjung lainnya, mengatakan kedai kopi di Aceh sudah seperti rumah kedua bagi masyarakatnya. Di kedai kopi, segala masalah dibahas dan diselesaikan, mulai dari agama, politik hingga 'menilai menantu'.

"Sama seperti yang disampaikan tadi kalau ada tradisi di Aceh yang mungkin tidak terjadi di daerah daerah lain. Kalau misalkan di satu keluarga memiliki seorang menantu, bahwa menantu itu enggak pernah ke warung kopi, itu mertuanya akan menanyakan kenapa gak pernah ke warung kopi?," ujarnya.

"Karena warung kopi itu tempat diskusi tempat mendapatkan informasi tempat mencari pekerjaan. Ini sebagai media komunikasi warung kopi. Jadi kalau menantunya enggak pernah ke warung kopi dianggap dia tidak punya wawasan," ucapnya menambahkan.

Penjual tengah membuat kopi tarik yang merupakan khas dari Aceh.
Penjual tengah membuat kopi tarik yang merupakan khas dari Aceh.

Tradisi unik lainnya terkait kedai kopi di Aceh adalah, biasanya, siapa yang datang paling pertama ke warung dan memilih meja, maka orang itu harus ikhlas membayar kopi untuk rekan-rekannya yang hadir. Hal itu tidak lepas dari budaya masyarakat Aceh yang menghormati tamu.

"Di aceh itu kan ada sebuah tradisi yang berbeda dari yang lain, di sini istilahnya pemuliaan. jadi tamu itu harus disambut. tamu itu tidak hanya dari luar, saya ketemu bapak ini, ini siapa yang duluan masuk ke mari, itu yang bayar kopinya. jadi itu (aturan) enggak lagi tertulis itu, sudah lazim. jadi siapapun yang masuk duluan itu udah harus bawa uang itu, udah harus di kantong," katanya sambil tertawa.

Menarik ya, tradisi masyarakat di Aceh benar-benar menggambarkan istilah "sekali seduh kita bersaudara". Jadi kapan mlipir ke kedai kopi bareng?

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Bacaan ringan untuk menemani minum kopi atau teh

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image